SINOPSIS BUKU

SINOPSIS BUKU
(Oleh : Oceph Namang)

JUDUL BUKU         : ANALISIS GENDER & TRANSFORMASI SOSIAL
PENULIS                  : MANSOUR FAKIH
PENERBIT               : INSIST PRESS
TAHUN TERBIT     : 2008
TEBAL  BUKU        : 192 Halaman



Mansour Fakih dalam  bukunya  Analisis  Gender  dan  Transformasi  Sosial menyajikan buah pikirnya dalam  tiga  bagian utama:  Pertama,  Analisis  Gender  dan  Ketidakadilan; Kedua, Analisis Gender dalam Gerakan Transformasi Perempuan;  Ketiga, Agenda Mendesak Gerakan Feminisme (Tantangan dan Strateginya pada masa mendatang).

Analisis Gender dan Ketidakadilan
Memerangi ketidakadilan sosial sepanjang sejarah kemanusiaan akan tetap menjadi tema penting dalam setiap pemikiran dan konsepsi tentang kemasyarakatan. Dari berbagai gugatan, terdapat satu analisis yang mempertanyakan ketidakadilan sosial dari aspek hubungan antar jenis kelamin. Analisis dimaksud adalah analisis gender, yang kemudian menjadi alat gerakan feminisme.
Tak dapat disangkal, pengungkapan masalah perempuan berpatok analisis gender sering mendapat perlawanan dari kaum laki-laki maupun kaum perempuan. Beberapa soal mendasar yang melatarbelakangi perlawanan ini yakni: Pertama, mempertanyakan status kaum perempuan sama halnya dengan mempersoalkan sistem dan struktur yang sudah mapan dalam masyarakat, bahkan menggoncang struktur dan status quo. Kedua, mendiskusikan soal gender sama halnya dengan membahas hubungan kekuasaan yang sifatnya sangat pribadi serta menggugat privilege setiap individu yang sudah dimiliki dan sedang dinikmati.
Hal urgen yang mesti dipahami dalam membahas kaum perempuan yakni pembedaan konsep seks (jenis kelamin) dan gender. Konsep seks dipahami sebagai pembagian dua jenis kelamin manusia secara biologis, laki-laki dan perempuan. Sementara konsep gender lebih mengacu pada keseluruhan sifat laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural.
Perbedaan gender dalam masyarakat telah melahirkan ketidakadilan gender. Perbedaan gender tidak akan menjadi masalah selama tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities). Manifestasi ketidakadilan gender dimaksud nampak  dalam berbagai bentuk ketidakadilan, seperti marginalisasi atau proses pemiskinan  ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan publik, stereotipe  (pelabelan negatif), kekerasan, beban kerja yang bertambah panjang dan banyak. Kenyataan ketidakadilan gender ini telah mengakar mulai dari masing-masing pribadi, keluarga, masyarakat, hingga negara. Dan hal yang paling sulit diubah adalah  ketidakadilan gender yang telah mengakar ke dalam keyakinan dan menjadi ideologi. 

Analisis Gender dalam Gerakan Transformasi Perempuan
Perbedan gender melahirkan peran gender. Peran gender telah memunculkan berbagai problem dalam masyarakat sebagimana telah terpapar sebelumnya, yakni marginalisasi terhadap kaum perempuan, suboordinasi, stereotipe, kekerasan, dan beban kerja domestik yang lebih membebankan kaum perempuan. Manifestasi ketidakadilan ini saling mengandaikan dan berkait satu dengan yang lainnya.
Analisis gender dalam gerakan transformasi perempuan, diwarnai oleh dua aliran inti Sosiologi, yaitu aliran fungsional dan konflik. Aliran fungsional menolak setiap usaha yang menggoncang status quo, termasuk persoalan yang berkaitan dengan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan aliran konflik meyakini bahwa setiap  kelompok masyarakat memiliki kepentingan (interest) dan kekuasaan (power) yang  merupakan pusat dari setiap hubungan sosial, termasuk hubungan kaum laki-laki dan  perempuan. Perubahan dapat dimungkinkan melalui konflik yang akhirnya berpeluang mengubah posisi dan hubungan. Kedua aliran ini kemudian melahirkan gerakan feminisme.
Umumnya orang berprasangka bahwa feminisme adalah gerakan pemberontakan terhadap kaum laki-laki dan upaya melawan pranata sosial yang ada. Akibatnya, feminisme tidak saja kurang mendapat tempat di kalangan kaum perempuan, tetapi juga ditolak oleh masyarakat. Dari segi konseptual, feminisme hadir sebagai gerakan yang bertolak dari asumsi dan kesadaran bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi sehingga harus ada upaya untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi tersebut. Gerakan feminisme bertujuan untuk memperjuangkan kesetaraan antara kaum laki-laki dan perempuan. Dengan kata lain, gerakan feminisme merupakan perjuangan untuk mentransformasikan sistem dan struktur yang tidak adil menuju sistem yang adil bagi perempuan maupun laki-laki. Feminisme mencoba untuk membongkar hegemoni maskulinitas atas feminitas. Oleh karena itu, feminisme selayaknya tidak berhenti pada langkah pertama yakni memperjuangkan hal-hal yang sifatnya jangka pendek (war of maneuver), tetapi juga perlu melanjutkan perjuangannya secara ideologis dan kultural (war of position).

Agenda Mendesak (Tantangan dan Strategi)
Memperjuangkan keadilan gender merupakan tugas yang sangat berat, karena  melibatkan manusia secara emosional, keyakinan, bahkan sampai pada urusan negara. Di titik ini, agenda perjuangan demikian dipandang sangat mendesak dan menuntut harus segera dilakukan.
Perjuangan akan keadilan gender dapat ditempuh melalui upaya jangka pendek dan jangka panjang. Upaya jangka pendek difokuskan pada usaha untuk menyelesaikan masalah-masalah praktis ketidakadilan gender. Misalnya, untuk mengatasi masalah marginalisasi perempuan, maka perempuan harus dilibatkan dalam pengembangan masyarakat; Untuk mengatasi masalah subordinasi, perempuan harus aktif mengikuti setiap jenjang pendidikan dan aktif dalam berorganisasi; Untuk menghentikan masalah kekerasan, pelecehan, dan berbagai stereotipe terhadap perempuan, perempuan sendiri harus mulai memberikan penolakan secara tegas kepada berbagai tindak kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan. Sementara upaya jangka panjangnya ditaktisi dengan menemukan cara strategis dalam rangka memerangi ketidakadilan gender.
Upaya memperjuangkan keadilan gender harus menjadi agenda mendesak untuk segera ditindaklanjuti. Karena itu, Mansour Fakih menawarkan beberapa agenda solutif untuk mengakhiri ketidakadilan ini yakni: Pertama, melawan hegemoni yang merendahkan perempuan dengan cara melakukan dekonstruksi ideologi. Artinya, mempertanyakan kembali segala sesuatu terkait nasib perempuan, agar mampu membangkitkan kesadaran kritis gender, kesadaran akan ideologi hegemoni dominan dan kaitannya dengan penindasan gender. Kedua, melawan paradigma pembangunan (developmentalism) yang berasumsi bahwa keterbelakangan kaum perempuan disebabkan karena mereka tidak berpartisipasi dalam pembangunan. Akibatnya, perempuan sering menjadi objek pembangunan dan pengembangan pengetahuan.

Gerakan Feminisme di Indonesia: Tantangan dan Strategi Mendatang
Menurut Mansour Fakih, gerakan feminisme Indonesia dibagi dalam tiga periode. Periode pertama merupakan  periode “pelecehan“, di mana hampir semua aktivis LSM menganggap masalah gender bukan masalah penting, bahkan banyak yang melakukan pelecehan. Periode kedua merupakan periode pengenalan dan pemahaman dasar tentang apa yang dimaksud dengan analisis gender dan mengapa isu gender menjadi masalah pembangunan. Berbagai tantangan muncul dalam periode ini, misalnya, tantangan dari pemikiran dan tafsiran keagamaan yang patriarki. Sehubungan dengan itu, diperlukan berbagai kajian terhadap ajaran-ajaran agama yang bias gender. Periode ketiga adalah tantangan gerakan kilas balik dari aktivis, baik laki-laki maupun perempuan. Pada periode ini, masalah ketidakadilan gender telah mencapai titik kulminasinya, sehingga problem gender terabaikan dan tidak lagi dipandang sebagai masalah yang akut.
Untuk menghindari perkembangan seperti itu, maka diusulkan dua strategi. Pertama, mengintegrasikan gender ke dalam seluruh kebijakan dan program berbagai organisasi dan lembaga pendidikan. Strategi ini memerlukan suatu tindakan yang mengarah pada terciptanya kebijakan manajemen dan keorganisasian yang memiliki perspektif gender atau gender policy. Kedua, strategi advokasi. Strategi ini memerlukan suatu pengkajian terhadap letak akar persoalan ketidakadilan gender di masyarakat dan negara. Perjuangannya melalui perubahan substansi hukum, baik dalam peraturan perundang-undangan maupun dalam tafsiran agama ataupun hukum yang tidak tertulis seperti hukum adat.
Gerakan transformasi gender lebih merupakan gerakan pembebasan perempuan dan laki-laki dari sistem yang tidak adil. Transformasi gender dimaknai sebagai upaya liberasi dari segala bentuk  penindasan, baik secara struktural, personal, kelas, warna kulit, maupun ekonomi internasional. Gerakan feminisme bukanlah semata gerakan menyerang laki-laki, melainkan merupakan gerakan perlawanan terhadap  sistem  yang  tidak adil, serta citra  patriarkal bahwa perempuan itu pasif, bergantung (tidak mandiri), dan inferior. Tujuannya tidak sekadar memperbaiki status perempuan dengan menggunakan ukuran indikator norma laki-laki, tetapi lebih dari itu untuk  meningkatkan  martabat dan kekuatan perempuan. Demi mewujudkan tujuan tersebut sangat  diperlukan perubahan peran gender, baik  untuk perempuan maupun laki-laki.
Dengan demikian, gerakan transformasi gender tidak sekedar memperbaiki status perempuan melainkan memperjuangkan martabat dan kekuatan perempuan. Kekuatan yang dimaksud adalah kekuatan internal dalam rangka mengontrol hidup, dan kemampuan untuk meraih akses terhadap alokasi sumber-sumber material dan nonmaterial. Sementara itu, tugas analisis gender adalah memberikan makna, konsepsi, ideologi, dan praktek hubungan antara perempuan dan laki-laki serta implikasinya terhadap aspek-aspek kehidupan yang lebih luas.
Tidak dapat dipungkiri bahwa secara spesifik ketidakadilan gender juga terjadi dalam lingkungan masyarakat dan budaya kita (budaya Lamaholot). Budaya patriarki yang diagungkan dalam konteks masyarakat Lamaholot secara tidak langsung telah mereduksi kaum perempuan menjadi makhluk nomor dua. Hal ini nampak dalam berbagai aktivitas harian di tengah masyarakat dan budaya kita. Bertolak dari realitas ketiadakadilan gender ini sudah sepatutnya gerakan transformasi gender dimulai dari dalam diri, keluarga, budaya, agama, masyarakat, dan negara kita. Kesetaraan gender hanya bisa dicapai ketika kita mulai bergerak dari yang paling dasar. Sebuah langkah besar selalu dimulai dengan langkah pertama. Sebuah kesuksesan besar dalam kesetaraan gender bisa dicapai apabila kita bersedia untuk merehabilitasi diri dan budaya kita.

Kesetaraan gender adalah sebuah kemestian. Mampuhkah kita bergerak keluar dari kemapanan sistem, keyakinan, dan budaya patriarki yang mengakar demi sebuah transformasi sosial?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BELIS DALAM BUDAYA LAMAHOLOT

PENDIDIKAN DALAM KELUARGA : LANDASAN PEMBENTUKAN KARAKTER

CURICULUM VITAE