KETIKA KEMAMPUAN INTELEKTUAL DIDIKTE OLEH KEMAJUAN TEKNOLOGI
KETIKA
KEMAMPUAN INTELEKTUAL DIDIKTE OLEH KEMAJUAN TEKNOLOGI
(Catatan Lepas;
Keprihatinan Akan Potensi Intelektual yang Kian Mengabu-abu)
*Oleh
: Oceph Namang
*(Pemerhati sosial & budaya, tinggal di Lewoleba)
Keprihatinan
akan menurunnya kemampuan intelektual generasi masa kini kian bermunculan dari
berbagai kalangan. Kemunduran kualitas intelektual generasi masa kini
dilatarbelakangi oleh kemajuan teknologi yang kian canggih dan makin pesat dari
waktu ke waktu. Harapan akan masa depan bangsa yang ada di pundak generasi muda
sepertinya mengalami kekaburan. Harapan itu sepertinya menjadi abu-abu tanpa
suatu kepastian. Mengapa menjadi abu-abu? Kegelisahan ini muncul dari fakta
mendasar bahwa kualitas generasi penerus mengalami penurunan kualitas
intelektual dari waktu ke waktu.
Kepesatan
kemajuan teknologi seakan memboncengi dua efek sekaligus yang tidak bisa
dilepas pisahkan ibarat dua sisi mata uang logam. Efek positif dan efek negatif
tidak biasa disangkal keberadaannya di balik kepesatan kemajuan teknologi. Kemajuan
teknologi memberikan efek positif dengan menawarkan berbagai kemudahan yang
sangat membantu manusia dalam mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya.
Manusia mengalami kemudahan dalam berbagai bidang. Akan tetapi, di balik kredit
lebih terselubung pula nilai minus dari kemajuan teknologi. Kepesatan kemajuan
teknologi seakan sedang membuat pembodohan terhadap generasi zaman ini. Banyak
generasi yang menjadi penyembah kemajuan zaman, bahkan menjadi korban
pembodohan teknologi. Intelektual seolah sedang didikte oleh kepesatan kemajuan
teknologi. Bukti nyata pembodohan itu semisal, ketika seorang siswa atau
mahasiswa diberi tugas oleh guru atau pun dosen, maka tentunya cara yang
dipilih untuk mengerjakan tugas itu adalah cara yang paling gampang. Dengan
kemajuan teknologi maka ia akan mengunjungi warnet dan mengcopy paste tulisan-tulisan yang sudah dishare oleh orang lain tanpa mencantumkan sumber dan memasukan ide-ide
pribadi. Tanpa disadari proses pembodohan sedang berlangsung. Akan tetapi,
banyak yang tidak menyadari hal ini, karena mereka berprinsip “yang penting
ada”, “yang penting selesai”, dan “yang penting dapat nilai”.
Bertolak
dari keprihatinan ini, perlu suatu shock
therapy dari berbagai elemen yang bertanggung jawab terhadap perkembangan
intelektual generasi masa depan bangsa ini. Berbagai stakeholders yang terlibat di dalam pembinaan dan pengembangan
intelektual anak perlu mendidik dan mengarahkan anak untuk dapat memahami hal
ini. Ketika terus terjadi pembiaran maka hal ini tidak akan perna berakhir.
Ketika masuk dalam lingkungan pendidikan, para peserta didik perlu diberi shock therapy dengan mengambil suatu
sikap tegas terhadap berbagai penyelewengan ini. Karena ketika proses pembiaran
terus dipelihara maka anak tidak akan pernah menyadari kesalahan yang dibuat.
Ketita stakeholders pendidikan
berkelit dengan mengedepankan mekanisme bela diri maka pembiaran akan terus
berlanjut dan secara tidak sadar sedang membantu menciptakan kehancuran bagi
generasi penerus. Harapan akan ketajaman suara hati untuk menyadari kesalahan
yang dibuat sepertinya akan terus menjadi angan-angan karena suara hati telah
menjadi tumpul.
Keabu-abuan
kualitas intelektual juga sepertinya terus didukung oleh gonta ganti berbagai
aturan pendidikan tanpa suatu arah dan tujuan yang jelas. Aturan pendidikan
akan berubah sesuai dengan orang yang menjabat bidang itu di saat itu. Ketika
kursi kepemimpinan dialih tugaskan akan
muncul system baru tanpa arah dan tujuan yang jelas. Salah satu bukti actual keamburadulan sistem pendidikan adalah
proses Ujian Nasional (UN) tahun 2013.
Kemburaduran
UN ini sepertinya menjadi
keprihatinan semua pihak tanpa kecuali. UN sepertinya berjalan tanpa arah yang jelas.
Pada titik ini muncul pertanyaan, kapan idealisme akan terciptanya generasi
penerus yang kompeten dan handal dapat tercapai? Kapan Negara tercinta ini
dapat bersaing dengan Negara-negara maju lainnya ketika apa yang menjadi dasar
utama amburadul semacam ini? Negara ini ibarat sedang membangun rumah diatas
pasir. Karena itu, ketika datang banjir dan badai bangunan
itu akan hanyut terbawa banjir dan badai.
Ketika Negara ini tidak memiliki dasar pendidikan yang jelas dan kuat maka akan
terus terombang-ambing tanpa pendirian yang jelas dan pasti.
Usia
kemerdekaan Indonesia sudah
mencapai 69
tahun. Ketika usia ini disandingkan dengan usia manusia maka sebetulnya sudah
tergolong matang dan bahkan boleh terbilang tua. Tetapi mengapa system
pendidikan masih terus menjadi arena uji coba berbagai macam ide gemilang para
pemimpin? Apakah belum saatnya ditetapkan suatu system dan pola pendidikan yang
paten yang patut dipertahankan dan dijadikan dasar yang kuat untuk bersaing
dengan negara-negara lain?
Gonta-ganti
system pendidikan dari waktu ke waktu sesuai selera pemimpin akan terus
menghantar Negara tercinta ini pada ketakpastian. Dalam ketakpastian
individu-individu yang menghuni bangsa ini akan terus disetir oleh kemajuan
zaman dan kemajuan teknologi. Latar belakang pendidikan sangat mempengaruhi
individu untuk memilah-milah setiap pengaruh yang masuk. Ketika pembiaran terus
berlangsung maka bukan suatu hal yang mustahil bahwa pembodohan generasi akan
terus berlangsung. Intelektual akan terus
didikte oleh teknologi yang merupakan hasil dari kemajuan pendidikan di
Negara-negara maju. Sadar atau tidak Indonesia pun sedang didikte oleh
Negara-negara maju. Kapan perubahan mesti disuarakan jika saja setiap individu
terus bungkam? Kapan perubahan itu perlu terjadi kalau bukan sekarang? Kapan
keriduan akan generasi yang berkualitas biasa tercapai, jika kita tidak
menginginkan perubahan? Mari bergandengan tangan merajut satu mimpi demi satu
tujuan yang sama yakni terciptanya generasi Indonesia yang handal dan
potensial. Jika bukan sekarang, kapan lagi?
Tulisan ini dipublikasikan dalam kolom Opini Harian Flores Pos 28 Agustus 2014
Tulisan ini dipublikasikan dalam kolom Opini Harian Flores Pos 28 Agustus 2014
Komentar