TALK SHOW KEBANGSAAN : SATU DALAM KEBERAGAMAN

TALK SHOW KEBANGSAAN; SATU DALAM KEBERAGAMAN
( Catatan Pinggir Diskusi Panel yang diselenggara Badan Kesbangpol Kabupaten Lembata, diikuti oleh Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Tokoh Pemuda, Tokoh Pendidik, dan Tokoh Pelajar)
Oleh : Oceph Namang

Wakil Bupati Lembata & Kaban Kesbangpol
Pemateri
Peserta Panel
Perbedaan pandangan tak jarang menimbulkan berbagai pertentangan dan konflik. Hal ini dilatarbelakangi oleh keberadaan atau hakikat manusia sebagai makhluk pribadi yang sekaligus juga adalah makhluk social. Sebagai makhluk pribadi, manusia memiliki karakter dan cirri-ciri tertentu yang membuatnya berbeda dari yang lainnya. Sementara sebagai makhluk social, mendorong manusia untuk selalu menjalin relasi dan ada bersama dengan yang lainnya. Dalam menjalin relasi dengan sesama, dituntut adanya keseragaman pandangan dari keberbedaan tersebut supaya bisa meminimalisir pertentangan dan konflik. Setiap pribadi dan kelompok perlu saling memahami dan menerima kelebihan serta kekurangan dan keunikan masing-masing agar bisa tercipta suatu kehidupan masyaraka yang aman, tertib dan damai. Menyadari akan keberagaman yang ada dalam masyarakat Lembata dan sebagai upaya untuk meminimalisir konflik dan pertentangan di kabupaten Lembata maka Badan Kesbangpol kabupaten Lembata mengambil inisiatif untuk menghadirkan tokoh-tokoh agama untuk berdialog bersama utusan-utusan masyarakat dan lembaga pendidikan untuk menyamakan persepsi tentang berbagai hal yang berhubungan dengan kerukunan antar umat beragama.
Adapun kegiatan dimaksud mengusung tema “Talk Show Kebangsaan; Membangun Peradaban Dalam Keragaman (Peningkatan Toleransi dan Kerukunan dalam Kehidupan Beragama). Kegiatan ini berlangsung di Aula St. Don Bosco Lewoleba. Kegiatan ini dibuka secara langsung oleh Wakil Bupati Lembata. Kegiatan ini berbentuk diskusi panel. Diskusi panel ini menghadirkan 4 (empat) orang pembicara yang masing-masingnya berbicara dari sudut pandang dan tinjauannya masing-masing.  Dalam sambutannya yang sekaligus membuka secara resmi kegiatan diskusi dimaksud, Wakil Bupati Lembata menitipkan pesan-pesan tertentu untuk para pembicara dan peserta diskusi. Kepada para pembicara, beliau berpesan supaya para nara sumber harus berbicara dengan titik tolak dari situasi Lembata. Beliau juga berharap agar setiap peserta mengikuti kegiatan ini sampai tuntas sehingga diakhir kegiatan nanti bisa dihasilkan suatu rekomendasi sebagai output dari kegiatan ini yang dapat diberikan kepada pemerintah untuk ditindaklanjuti.
  Dalam materinya yang diberi judul “Keragaman Kultur sebagai Kekayaan Peradaban di Kabupaten Lembata, Kepala Kesbangpol Kabupaten Lembata Quintus Irenius Suciadi, SH, MSi memaparkan realitas yang ada di Lembata. Beliau memaparkan secara terperinci persentase agama-agama yang ada di Kabupaten Lembata. Berhadapan dengan keragaman ini, maka setiap individu diharapkan untuk meminimalisir streatipe dan prasangka dalam kehidupan bermasyarakat, agar bisa tercipta suatu masyarakat yang aman, tenteram, dan  damai. Di akhir pembicaraannya, sebagai pesan akhir Beliau mengutip pernyataan KH. Abdul Rahman Wahid yang mengatakan bahwa “jika Anda berbuat benar, maka orang tak akan mempersoalkan siapa Anda, apa agama Anda, apa suku/golongan Anda”. Siapa yang berpikir benar, berkata benar, dan bertindak benar.
Tampil sebagai pembicara kedua, Ketua MUI Kabupaten Lembata H. Hidayatullah Sarabiti mengusung tema “Keragaman Dalam Bingkai Bhineka Tunggal Ika”. Menurut beliau, meskipun beragam tetapi kita adalah satu. Karena itu, untuk apa kita mempersoalkan pebedaan yang ada dan ditemukan dalam masyarakat. Mempersoalkan perbedaan, sama artinya dengan mencederai kebersamaan. Kita semua adalah saudara satu sama lain. Karena itu, kita perlu menanamkan kerukunan dalam diri kita masing-masing sejak lahir hingga mati. Untuk mewujudkan semuanya ini, toleransi menjadi kunci pertama dan utama. Diakhir materinya, Beliau merekomendasikan beberapa hal untuk didiskusikan secara bersama. Pertama, bagi pihak-pihak yang membuat perencanaan (proyek) harus jelas, jangan sisip menyisip. Artinya bahwa, bukti lapangan harus sinergis dengan rancangan, jangan sampai bukti lapangan bertentangan dengan atau tidak sejalan dengan rancangan. Kedua, bertolak dari keprihatinan akan menjamurnya pekuburan di mana-mana maka dianjurkan untuk ada perda tentang kuburan. Ketiga, hendaknya kerukunan itu harus tetap dijaga dengan berselimutkan Bhineka Tunggal Ika.
Pater Yohanes Berchemans Watun, CSSr yang tampil sebagai pembicara ketiga mengusung tema “Manusia dengan Keragaman Sosial, Budaya, dan Peradaban”. Sembari mengutip pernyataan St. Yohanes Paulus II dalam Theologi of the Body, Beliau mengatakan bahwa segala sesuatu ada karena ada alasan dan tujuan. Menurut beliau, setiap bentuk kehidupan yang ada dewasa ini karena ada alasan dan tujuan tertentu. Alasan mendasarnya adalah karena pengaruh perkembangan dan globalisasi dengan tujuan supaya bisa bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Karena itu, untuk meminimalisir hal-hal tersebut maka perlu membangkitkan kembali dalam diri tiap individu kecintaan akan tradisi-tradisi yang mulai memudar karena pengaruh modernisasi dan globalisasi. Untuk mewujudkan ini, maka pemerintah perlu mengambil inisiatif untuk membangkitkan kembali rasa cinta akan tradisi dalam diri generasi muda. Beliau berpesan agar generasi muda jagan mau untuk dijuluki sebagai generasi penerus tetapi harus tampil sebagai generasi perubah. Jika sebagai generasi penerus maka generasi muda meneruskan semua yang dilakukan oleh generasi pendahulu. Tetapi jika tampil sebagai generasi perubah, maka generasi muda akan berani merombak perilaku-perilaku yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
Tampil sebagai pembicara terakhir, Ketua FKUB Kabupaten Lembata, Yakobus Kia, S.Ag mengusung tema “Membangun Keharmonisan Masyarakat dalam Keragaman Agama (Pluralisme Religius). Menurut beliau, setiap agama mengajarkan kebaikan, tidak ada agama yang mengajarkan kejahatan. Tergantung bagaimana penafsiran setiap individu terhadap apa yang diajarkan agamanya. Terkadang orang salah dalam menafsir apa yang diajarkan agama sehingga membuat mereka menodai kerukunan masyarakat dan menciptakan ketidakharmonisan dalam masyarakat. Semua agama mengajarkan bahwa bahwa hanya ada satu Tuhan, tetapi dipahami dalam secara berbeda dalam setiap agama. Karena itu, supaya bisa menciptakan kerukunan maka setiap individu jangan dipandang sebagian saja melainkan harus dipandang secara keseluruhan sebagai seorang pribadi yang utuh. Selain itu, perlu ditumbuhkan dalam diri sikap mengakui dan menghargai keberadaan yang lain dan membiarkan diri untuk berpikir, melihat, dan berbicara hal-hal yang baik-baik saja. Pernyataan D. L. Mody “saya mempunyai banyak problem sehingga saya tidak ada waktu untuk melihat kesalahan orang lain, siapa yang tidak berdosa ambil batu dan lemparilah dia” hendaknya menjadi permenungan kita semua.
Dalam termin diskusi, para peserta yang terdiri dari tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh orang muda, tokoh pendidik, dan tokoh pelajar mengedepankan berbagai persoalan yang ditemukan dalam kehidupan masyarakat untuk didiskusikan secara bersama. Persoalan yang diangkat mulai dari yang ekstrim sampai pada yang demokratis. Akan tetapi, karena berkat kesadaran setiap individu bahwa meskipun beragam tetapi tetap satu, setiap persoalan yang diangkat dapat didiskusikan secara baik dan pada akhirnya menghasilkan rekomendasi-rekomendasi tertentu yang ditujukan kepada pihak pemerintah untuk ditindaklanjuti demi menjaga dan menjalin kerukunan di antara anggota masyarakat. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

BELIS DALAM BUDAYA LAMAHOLOT

PENDIDIKAN DALAM KELUARGA : LANDASAN PEMBENTUKAN KARAKTER

CURICULUM VITAE